Hakikat dari memberi adalah membalas karunia yang telah kita
terima dari Tuhan dengan cara berbagi kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama
manusia dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Jadi, bukan untuk mengharapkan
balasan. Memberilah sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan sebagai bentuk pertolongan kepada orang
lain dalam menyelesaikan masalahnya. Dan harapkan balasan hanya kepada Tuhan,
bukan kepada orang yang kita beri
Memberi
sebagai Bentuk Balasan
Sebelum memberi,
kita telah menerima. Bagaimana kita bisa memberi apa yang belum kita terima?
Anda bisa saja protes dan berseru: “saya tidak punya uang”, “saya miskin dan
bodoh” saya lebih pantas meminta dan tidak mampu untuk memberi. Ya, jika memang
Anda miskin dan bodoh, apakah Anda masih mempunyai nafas dan tubuh? Berikan
nafas dan tubuh Anda untuk memenuhi kebutuhan orang lain dan memberikan solusi
atas problemnya. Semiskin-miskinnya Anda, Anda masih mampu untuk membantu
menjualkan produk dari pedagang yang sedang sepi pembeli (jadi sales).
Sebodoh-bodonya Anda, Anda masih mampu untuk menertibkan parkir kendaraan (jadi
tukang parkir). Lalu berikan uang yang Anda hasilkan sebagai sales atau tukang
parkir untuk meningkatkan keahlian Anda sehingga Anda mampu melakukan pekerjaan
dengan bayaran yang lebih tinggi lagi. Bukankah Anda masih sanggup memberi?
Berilah, karena nafas dan tubuh adalah karunia Ilahi yang bernilai tinggi.
Berhati-hatilah jika tidak segera Anda berikan (baca gunakan), ia akan diambil.
Saat itu Anda tidak akan mampu memberi lagi, karena Anda telah mati.
Memberi
sebagai Ungkapan Syukur.
Ada sebuah kisah.
Terlihat seorang lelaki muda sedang berjalan menyusuri trotoar untuk berangkat
kerja. Ia berpapasan dengan seorang gadis cantik dan beradu pandang. Tanpa
dikomando oleh siapapun (tentunya oleh dirinya sendiri), si pemuda langsung
tersenyum manis dan lebar. Namun si gadis cuek saja. Di hari kedua, moment yang
sama (berpapasan) terjadi lagi, kali ini si pemuda kembali tersenyum dengan
tidak kalah manisnya, namun si gadis malah membuang muka. Hari ke tiga, mereka
berpapasan lagi, si pemuda masih tetap tersenyum manis dengan bibir yang
simetris dan gigi yang terlihat penuh, namun apa yang dilakukan oleh si gadis?
Ia malah meludah. Untung tidak mengenai muka si pemuda tersebut. Hari ke empat,
kelima dan seterusnya, si pemuda tetap tersenyum, tidak mengurangi kualitas
keindahan senyumnya tanpa terpengaruh sedikit pun oleh respon si gadis yang
semakin cuek.
Apa pesan yang bisa
Anda tangkap dari kisah di atas sahabatku yang powerful? Jika si pemuda
memberikan senyum manis kepada si gadis untuk mendapatkan senyum manis dan
sikap ramah si gadis agar terjadi perkenalan dan mampu mengencani si gadis,
betapa kecewanya dia. Mungkin ia akan marah besar dan melakukan tindakan
agresif pada si gadis. Namun, ternyata ia tidak melakukannya. Mengapa? Sebab ia
memberi (senyum), bukan untuk mendapatakan balasan (senyum dan perhatian dari si
gadis), namun sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. “Tuhan, terimakasih telah
memberikan aku bibir yang sehat dan simetris (tidak sumbing) dan gigi yang kuat
serta indah sehingga aku persembahkan kembali kepada engkau dalam bentuk senyum
yang paling manis yang aku sampaikan melalui orang-orang yang aku temui (salah
satunya si gadis tersebut)”. Bisakah Anda menandingi kualitas niat senyum si
pemuda tersebut, sahabatku yang powerful?
Jadi, memberilah sebagai
ungkapan syukur kepada Ilahi atas segala karunia yang telah diberikan-Nya
dengan hanya sekedar tersenyum atau sikap ramah, berbagi apa yang telah Anda
terima dengan sesama seperti memberikan santunan, membantu orang lain untuk
bisa mendapatkan atau mencapai seperti apa yang telah Anda capai (lakukanlah
pemberdayaan) dan berbuat baik, memberikan keuntungan/manfaat kepada orang lain
tanpa pandang agama, suku dan golongan.
Memberi
Bukan untuk Mendapatkan/Meminta Balasan
Mungkin ini yang paling sulit
diantara ke tiga hakikat memberi (memberi sebagai bentuk balasan, memberi sebagai
ungkapan syukur dan memberi bukan untuk mendapatkan/meminta balasan). Jika
memberi ditujukan bukan untuk mendapatkan/meminta balasan lantas untuk apa? Harapkan balasan hanya
kepada Tuhan, kepada manusia harapkan untuk bisa memberi yang terbaik. Itulah
jawabannya. Jadi, jika Anda memberi masih dilandasi oleh hasrat untuk
mendapatkan balasan/imbalan, maka tujukan harapan untuk mendapatkan
balasan/imbalan tersebut hanya kepada Tuhan. Artinya, mintalah hajat hidup Anda
kepada-Nya, sementara kepada sesama manusia berikan yang terbaik dan jalinlah
kerjasama yang harmonis. Sebab yang mampu memenuhi kebutuhan Anda, hanyalah
Tuhan, orang lain hanya ditugaskan untuk menyampaikan pemenuhan hajat Anda
oleh-Nya.
Yang kedua, mari pahami bahwa
balasan adalah konsekuensi. Sekali lagi, pengharapan ditujukan BUKAN untuk
meminta balasan kepada sesama makhluk, melainkan untuk mengasah kepekaan akan bentuk-bentuk
pembalasan yang Tuhan berikan kepada kita yang telah memberi dengan ikhlas
(tanpa terikat oleh pengharapan untuk mendapatkan balasan dari makhluk).
REFLEKSI
Apa motif Anda dalam memberi: untuk mendapatkan balasan atau
sebagai ungkapan syukur, sahabatku yang powerful?
AMBIL
TINDAKAN
Berikan pertolongan kepada orang lain sebagai ungkapan rasa
syukur, bukan untuk mendapatkan balasan!
Komentar
Posting Komentar