Tuhan memberikan rezeki
sama banyak kepada setiap orang, tetapi orang itu sendiri yang membatasi
seberapa besar atau pantas ia menerima rezeki tersebut. Mereka yang melepaskan
diri dari batasan kemampuan untuk menjemput rezeki akan memiliki rezeki yang
melimpah, mereka yang menetapkan batasan akan memiliki rezeki yang terbatas.
Seperti halnya wadah rezeki yang menjadi penentu bagi
kebesaran rezeki yang bisa Anda akumulasikan. Pembatas rezeki dalam beragam
rupa ikut berkontribusi dalam menentukan besar kecilnya rezeki yang bisa
dimumpulkan. Lepaskan batasan yang mengecilkan penerimaan Anda, maka Anda mampu
mendapatkan rezeki yang berlimpah.
Untuk bisa melepaskan pembatas rezeki, Anda perlu
terlebih dulu menyadari bentuk-bentuk pembatas rezeki, diantanya adalah:
1.
Batasan
pekerjaan
2.
Batasan
mental
3.
Batasan
budaya/tradisi
4.
Batasan
agama
5.
Batasan
paradigma
Mari kita kenali lebih dekat ke-5 pembatas rezeki di
atas!
1.
Batasan Pekerjaan
Banyak sahabat yang
menyikapi pekerjaan dengan salah, sehingga pekerjaannya tidak pernah bisa
membesarkan rezekinya, apalagi hidupnya. Izinkan saya memberikan contoh!
Pekerjaan pertama saya adalah menjadi pria panggilan ibu-ibu muda, maksudnya
saya menerima panggilan dari ibu-ibu untuk memberikan les kepada putra-putrinya
di rumah, saya menjadi guru les privat. Bagaimana prospek guru les ke depan?
Banyak yang menjadikan pekerjaan guru les sebagai pekerjaan sampingan atau
pekerjaan sementara daripada menganggur, sehingga apa yang terjadi? Saat
pekerjaan utama telah memberikan kesejahteraan yang baik, maka pekerjaan sebagai
guru les ditinggalkan atau saat sudah mendapatkan pekerjaan tetap, sudah tidak menjadi
guru les lagi.
Alhadulillah, waktu
itu saya menyikapi dengan tepat pekerjaan sebagai guru les. Saya melihat bahwa
menjadi guru les adalah skenario Tuhan untuk mengindahkan hidup saya di masa
depan, sebab waktu itu saya baru mengalami DO kuliah untuk kedua kalinya dan
terbuang dari keluarga. Oleh karena itu, saya tekuni pekerjaan hingga akhirnya
berdirilah sebuah lembaga pendidikan Antusias dengan akte notaris no 18 tanggal
23 Agustus 2010, Notaris Sri subekti, SH.
Berbekal sikap yang
tepat itu dan inovasi, saya terus mengembangkan lembaga pendidikan tersebut
menjadi 3 divisi, yaitu Bimbingan Belajar Antusias, training center Sugihnom
University, Griya Motivasi. Bagi yang ingin membuka cabang bimbingan belajar
antusias, silakan menghubungi ibu Eka di 081326334963.
Itulah yang saya
maksud pekerjaan sebagai batasan rezeki yang diterima. Pekerjaan yang
diremehkan dan dipandang kecil atau sepele akan membatasi jumlah rezeki yang
Anda terima. Sedangkan pekerjaan yang dipandang besar dan bermasa depan cerah serta
dilakukan dengan sepenuh hati dan disentuh dengan inovasi mampu memberikan rezeki
yang tanpa batas.
Bagaimana Anda
memandang pekerja Anda sekarang, pembaca yang powerful?
2.
Batasan Mental
Masihkah ada
pembaca yang berfikir bahawa anak orang miskin tidak bisa kaya?. Anak kampung
susah sukses? Itulah batasan menetal yang harus Anda lalui untuk memperbesar
rezeki Anda. Menjadi kaya itu mudah. Artinya, siapa pun dengan latar belakang
apa pun –anak orang miskin, anak kampung, berdarah merah bukan darah biru,
memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk kaya.
Meski hak dan
kesempatan untuk hidup berkelimpahan sama. Namun, banyak orang yang membatalkan
haknya, sehingga ia tetap miskin sampai mati. Masa Pak, ada yang membatalkan
haknya menjadi kaya, kan hampir semua orang ingin kaya? Betul, pikiran dan
tindakan mereka yang tanpa disadari memulangkan hak kaya itu kepada Sang
Pemilik Kekayaan Sejati –Tuhan semesta alam. Berpikir bahwa kaya itu
membutuhkan banyak uang, kaya itu harus korupsi, kaya itu sombong dan
pikiran-pikiran lemah atau negatif lain itulah yang mengembalikkan hak kaya itu.
Bekerja dengan setengah hati, memiliki kinerja di bawah rata-rata,
produktivitas yang rendah dan berhenti untuk terus tumbuh dan belajar adalah
tindakan-tindakan pembatal kekayaan.
Pembaca yang
powerful, chek kembali pikiran dan tindakan Anda, jangan-jangan itulah yang
membatasi rezeki Anda sampai hari ini.
3.
Batasan Budaya/Tradisi
Apakah dalam
tradisi keluarga Anda menjadi pedagang atau pengusaha itu tidak terhormat atau
memalukan karena harus jualan ke sana-sini yang sering mendapatkan penolakan?
Sebaliknya tradisi keluarga Anda melihat pekerjaan sebagai PNS adalah pekerjaan
yang terhormat karena memakai seragam, menduduki jabatan dan dihormati oleh
masyarakat? Saat tua mendapatkan pensiun, bisa menghabiskan masa tua dengan
tenang tanpa harus bekerja lagi. Oh sungguh nikmat menjadi PNS.
Apa yang menjadi
tradisi atau budaya di keluarga dan masyarakat seputar pekerjaan misalnya
seharusnya mengalami pergeseran mengikuti perubahan makro (politik, ekonomi dan
sosial) di suatu negara. Di Indonesia perubahan kondisi makro itu saya
kelompokkan kedalam 3 era, yaitu era kemerdekaan, era pembangunan dan sekarang
era reformasi.
Ketika era
kemerdekaan, bangsa Indonesia mulai melakukan pembenahan fisik dan mental dari
kerusakan akibat perang. Untuk itu dibentuk pemerintahan dari pusat sampai ke
pelosok tanah air. Sudah tentu, kebutuhan akan pegawai, terutama pegawai
pemerintah sangat besar waktu itu. Mereka yang bekerja di lingkungan
pemerintahan bisa hidup sejahtera.
Kondisi yang demikian menumbuhkan tradisi bahwa dengan menjadi PNS hidup bisa
sejahtera dan terhormat.
Setelah 30 tahun
indonesi merdeka, terjadi penggantian tampuk kepemimpinan dari Ir Sukarno ke
Jenderal Suharto. Indoesia memasuki babak baru, era pembangunan. Dalam era ini
pembangunan menjadi prioritas utama melanjutkan era kemerdekaan. Jika dalam era
kemerdekaan priorotasnya adalah pembangunan mental dan fisik (sarana &
prasarana negara), maka pada era pembangunan berfokus pada pembangunan ekonomi.
Sektor swasta mulai menggeliat, banyak perusahaan swasta nasional masupun asing
beroperasi di Indonesia. Akibatnya permintaan karyawan meningkat. Kondisi yang
demikian melahirkan budaya bahwa menjadi karyawan dan juga PNS akan memiliki
kesejahteraan dan kebahagiaan
Setelah Suhaarto
tumbang dari kursi kepresidenan setelah 32 tahun menjabat, era reformasi
dimulai. Gelombang PHK mulai melanda. Banyak perusahaan besar yang gulung
tikar. Kredit macet ada di mana-mana. Penganguran terus bertambah. Masyarakat mulai
tersadarkan bahwa dengan menjadi karyawan ternyata tidak seaman dulu ketika era
kemerdekaan dan pembangunan. Menjadi PNS pun sulit hidup sejahtera karena
inflasi yang tinggi memakan habis gaji yang tidak seberapa. Mulailah mereka
para korban PHK dan pengangguran membuka usaha untuk melangsungkan hidup. Lalu
lahirlah tren untuk menjadi wirausaha.
Nah, pembaca yang
powerful, teliti kembali tradisi atau budaya dalam keluarga Anda masihkah
relevan dengan kondisi makro negara ini atau bahkan dunia? Jika sudah tidak
relevan lagi bisa jadi inilah yang membatasi rezeki Anda. Lakukanlah pergeseran
budaya.
4.
Batasan Paradigma
Saya sering
menjumpai 2 paradigma di masyarakat yang membatasi penerimaan reazeki, yaitu “rezeki
tak akan kemana” dan “rezeki sudah diatur dari sananya”. Kedua paradigma
tersebut jika disikapi secara pasif akan sangat membahayakan bagi kemakmuran
Anda di masa depan. Mari kita tengok dampak penyikapan yang keliru dari kedua
paradigma tersebut dan bagaimana menyikapinya dengan tepat sehingga memberikan
dampak besar bagi kesejahteraan hidup.
Rezeki
tak akan kemana
Memang tidak salah
bahwa rezeki tak akan kemana. Ia ada di suatu tempat dan harus Anda datangi
untuk Anda ambil (dijemput) atau Anda utus orang lain untuk mengambilkannya
(diundang). Jadi baik untuk menjemput maupun mengundang rezeki Anda HARUS
AKTIF, bukan pasif menunggu didatangi rezeki karena Anda berpandangan rezki tak
kan kemana, kalau sudah menjadi rezeki saya, ya, ia akan datang denga
sendirinya.
Selama Anda pasif
menunngu datangnya rezeki, Anda akan menjadi pribadi yang lemah dan menjadi
beban hidup bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Anda harus membayar mahal
denga tergadaikannya harga diri Anda sebagai insan yang merdeka dan mandiri
sebab Anda menjadi beban orang lain karena hanya menunggu datangnya rezeki Anda
yang tidak memiliki kaki untuk berkunjung menemui Anda.
Rezeki
sudah ada yang mengaturnya
Memang benar dan
saya pun setujui bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur, yaitu Tuhan. Yang
perlu kita ketahui bahwa Beliau telah menginformasikan pengaturan rezeki kepada
manusia secara tersurat dalam kitab suci dan tersirat dalam fenomena alam dan sosial
maupun yang terkandung dalam setiap kejadian hidup.
Pengaturan itu diantaranya:
1.
Rezeki untuk kelangsungan hidup seperti makan, pakaian dan tempat tinggal DIJAMIN pemenuhannya oleh Tuhan yang sering
datang dari sumber yang tak terduga.
2.
Rezeki untuk kelayakan atau kekayaan hidup DIGANTUNGKAN pada upaya makhluk. Siapa yang bekerja keras dan cerdas
akan memliki kehidupan yang sejahtera. Sebaliknya siapa yang malas dan bodoh
akan hidup miskin, hanya mampu bertahan hidup saja.
3.
Rezeki untuk keberkahan hidup DIJANJIKAN Tuhan. Siapa yang bersyukur atas rezeki yang telah Tuhan
berikan dengan mempersembahkan kembali rezeki tersebut dalam bentuk
pembelanjaan ke jalan yang diridhoi-Nya akan mendapat tambahan rezeki yang
berlimpah.
Ya, oleh karena
rezeki itu sudah ada yang mengaturnya, kita tidak perlu repot-repot ikut
mengatur, tinggal menjalankan aturan yang telah Tuhan tetapkan, yaitu dengan tidak
memusingkan pemenuhan kebutuhan standar hidup, bekerja dengan keras dan cerdas
serta menyukuri segala rezeki Tuhan dengan berbagi nikmat kepada sesama. Itulah
cara penyikapan yang tepat.
REFLEKSI
Sudahkah Anda membebaskan diri dari jerat batasan-batasan rezeki
(pekerjaan, sosial, tradisi, paradigma), sahabatku yang powerful?
AMBIL
TINDAKAN
Lepaskan diri Anda dari batasan-batasan yang membelenggu Anda dalam
menjemput rezeki !
Komentar
Posting Komentar